Breaking News

Kolaborasi Efektif: Kunci Sukses Pembangunan Kelautan Indonesia

 

Salah satu pembangunan di sektor kelautan.









Oleh: Nurhayati Hadjar

(Mahasiswa Pascasarjana Universitas Halu Oleo Kendari)

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas perairan mencapai sekitar 3,25 juta km² dan garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada. Potensi kelautan kita sangat besar, mulai dari perikanan, energi terbarukan, pariwisata bahari, hingga jalur perdagangan global. Namun, untuk mengoptimalkan potensi ini, diperlukan kolaborasi yang kuat dan efektif antara pemerintah, swasta, akademisi, komunitas lokal, dan mitra internasional.

Pembangunan sektor kelautan tidak bisa dilakukan sendiri. Setiap pemangku kepentingan membawa keunggulan dan sumber daya yang berbeda. Pemerintah memiliki regulasi dan kebijakan, swasta membawa investasi dan teknologi, akademisi menyumbang inovasi, sementara masyarakat pesisir adalah garda terdepan dalam pelaksanaan di lapangan. Tanpa sinergi, program-program kelautan seringkali berjalan sendiri-sendiri, tumpang tindih, atau bahkan gagal mencapai target.

Tantangan dalam Membangun Kolaborasi

Tantangan dalam membangun kolaborasi yang solid di sektor kelautan sangatlah kompleks. Salah satu masalah utama adalah ego sektoral, di mana instansi atau lembaga cenderung bekerja masing-masing, enggan berbagi data atau sumber daya demi kepentingan bersama. Hal ini sering menghambat sinergi program dan menciptakan duplikasi kebijakan. Selain itu, regulasi yang rumit menjadi penghalang serius. Proses perizinan dan koordinasi antar lembaga masih berbelit-belit, memperlambat inisiatif kolaboratif yang seharusnya bisa berjalan lebih efisien. Tak kalah penting adalah kesenjangan kapasitas, di mana tidak semua mitra (khususnya UMKM pesisir) memiliki akses yang setara terhadap teknologi, pendanaan, atau pelatihan. 

Akibatnya, banyak program pembangunan kelautan hanya dinikmati oleh segelintir pihak, sementara nelayan dan pelaku usaha kecil tertinggal. Yang tak kalah pelik adalah kurangnya trust antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Ketidakpercayaan ini sering muncul akibat proyek-proyek sebelumnya yang dianggap merugikan masyarakat pesisir atau tidak transparan. Tanpa upaya membangun kepercayaan, kolaborasi yang efektif akan sulit terwujud. Tantangan-tantangan inilah yang harus kita atasi bersama jika ingin mewujudkan pembangunan kelautan yang inklusif dan berkelanjutan.

Strategi Membangun Kolaborasi yang Efektif

Untuk mengatasi berbagai tantangan dalam kolaborasi kemaritiman, diperlukan pendekatan terstruktur yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Pertama, pembentukan Platform Kolaborasi Nasional seperti National Ocean Partnership menjadi langkah krusial. Dengan melibatkan KKP, Kemenko Marves, Bappenas, sektor swasta, dan LSM dalam satu wadah transparan yang memiliki pembagian peran jelas, kita dapat memastikan setiap kebijakan dan program berjalan sinergis tanpa tumpang tindih. Kedua, pemberian insentif bagi mitra swasta perlu diperkuat. Bentuk insentif fiskal atau percepatan perizinan bagi perusahaan yang berinvestasi di sektor kelautan berkelanjutan seperti budidaya rumput laut atau energi gelombang laut dapat mendorong partisipasi aktif dunia usaha. Ketiga, pendekatan bottom-up harus menjadi prioritas. Nelayan dan komunitas pesisir harus dilibatkan sejak tahap perencanaan melalui program seperti Blue Economy Hub yang berfungsi sebagai pusat pelatihan dan pengembangan UMKM kelautan berbasis kebutuhan lokal. Keempat, pemanfaatan teknologi dan data terbuka menjadi kunci efisiensi. 

Sistem Marine Spatial Planning berbasis kecerdasan buatan (AI) dapat membantu memetakan potensi laut secara real-time sekaligus mempermudah koordinasi teknis antar lembaga. Terakhir, diplomasi maritim harus diintensifkan dengan menjalin kerja sama konkret bersama negara-negara seperti Norwegia, Jepang, dan negara ASEAN di bidang riset kelautan, pemberantasan IUU fishing, serta pengembangan pelabuhan ramah lingkungan. Dengan strategi komprehensif ini, kolaborasi di sektor kemaritiman tidak hanya akan lebih efektif, tetapi juga berkelanjutan dan inklusif bagi seluruh pihak.

Pembangunan kelautan bukanlah perlombaan solo, melainkan estafet tim. Dengan kolaborasi yang inklusif, transparan, dan berkelanjutan, Indonesia bisa menjadi poros maritim dunia yang sesungguhnya. Kolaborasi yang Inklusif berarti melibatkan semua pihak pemerintah, swasta, akademisi, LSM, hingga nelayan dalam setiap tahapan pembangunan. Transparan dengan membuka akses data dan proses pengambilan keputusan kepada publik untuk membangun kepercayaan. Berkelanjutan dengan memastikan setiap program menjaga kelestarian ekosistem laut dan memberi manfaat jangka panjang.

Dengan mengedepankan tiga pilar ini, kolaborasi kemaritiman Indonesia tidak hanya akan memperkuat ekonomi biru, tetapi juga menjawab tantangan global seperti perubahan iklim dan ketahanan pangan. Laut kita adalah warisan bersama pengelolaannya pun harus melibatkan semua pihak secara adil, terbuka, dan bertanggung jawab demi generasi mendatang. 

Mari kita jadikan laut sebagai pemersatu, bukan pemisah. (*)

0 Komentar

Posting Komentar
© Copyright 2022 - Media Online sultrapos.id