Oleh: Bahar Rustajab
Dewan Pembina Gerbang Kota
Dalam logika pembangunan, infrastruktur jalan adalah nadi utama yang menghubungkan pusat produksi dan distribusi. Namun, ironi mencolok muncul di kawasan vital ekonomi Kota Kendari: jalan menuju Newport Peti Kemas Bungkutoko sebagai simpul logistik regional justru mengalami kerusakan parah, sempit, dan minim penerangan. Ini adalah anomali dalam logika pembangunan: pusat distribusi modern dikelilingi oleh akses transportasi yang terbelakang.
Titik Kontras: Modernitas vs Akses Tradisional
Newport Bungkutoko dirancang sebagai pelabuhan peti kemas modern, namun akses jalannya tidak mencerminkan kapasitas pelabuhan itu sendiri. Truk-truk besar harus melalui jalan sempit yang kerap rusak dan rawan banjir. Alih-alih mempercepat distribusi, jalan ini memperlambat logistik, meningkatkan biaya operasional, dan memperburuk keselamatan kerja.
Beban Ekonomi dan Sosial
Kerusakan jalan menyebabkan:
Keterlambatan logistik barang ekspor dan impor. Kenaikan ongkos angkut dan biaya distribusi bahan pokok. Ketidaknyamanan warga sekitar, karena getaran, debu, dan kecelakaan lalu lintas. Risiko terhadap keberlanjutan investasi swasta dan publik di kawasan industri Kendari.
Kausalitas yang Terbalik
Dalam banyak studi pengembangan pelabuhan, infrastruktur jalan dibangun lebih dahulu sebagai dukungan dasar. Namun di Kendari, pembangunan pelabuhan mendahului penguatan jalannya. Hal ini memperlihatkan pendekatan perencanaan yang terputus (di sintegratif) antara pusat logistik dan tata kelola wilayah.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Pemerintah Kota bertanggung jawab atas jalan lokal dan tata ruang. Pemprov Sulawesi Tenggara berperan dalam penghubung antarwilayah.
PT. Pelindo sebagai operator pelabuhan seharusnya ikut berkontribusi melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk peningkatan jalan akses. Namun sayangnya, tanggung jawab itu mengambang, saling lempar, dan minim koordinasi.
Jalan Rusak, Logika Pembangunan Retak
Jika pelabuhan adalah pintu ekspor-impor, maka jalan adalah gerbang pertama yang harus kokoh. Ketika akses jalannya rusak dan tak layak, kita sedang mengirim pesan buruk: bahwa pembangunan hanya kosmetik, tanpa fondasi logistik.
Rekomendasi Kritis:
Audit Infrastruktur Jalan oleh BPK dan Bappeda untuk menilai urgensi perbaikan.
Sinkronisasi Perencanaan RPJMD Kota dan RPJPD Provinsi, dengan orientasi industrialisasi dan logistik.
Skema Pembiayaan Gabungan (Sharing Fund) antara Pemda, Pelindo, dan dunia usaha.
Percepatan Perbaikan Jalan sebagai Program Prioritas Daerah, bukan sekadar tambal sulam menjelang kunjungan pejabat.
Pembangunan pelabuhan tanpa jalan yang layak adalah seperti membangun rumah mewah tanpa pintu depan. Ia megah dari luar, namun berantakan dari dalam. Anomali jalan menuju Newport Bungkutoko adalah simbol cacat logika pembangunan yang harus segera diperbaiki. (**)



0 Komentar