Breaking News

Direktur Eksekutif Bakornas LTMI - Jembatan Muna-Buton Bukan Sekedar Menyatukan Dua Pulau Yang Terpisah

 

La Ode Syahrul Sadia, S.T., M.T.

OPINI, SULTRAPOS.ID - Selat Buton merupakan selat strategis yang terletak di jazirah tenggara Pulau Sulawesi, membelah Pulau Muna di sisi barat dan Pulau Buton di sisi timur. Namun, Selat Buton bukan sekadar jalur perairan, ia adalah saksi bisu dari dinamika peradaban manusia, pusat budaya dan perdagangan, serta simbol pertemuan historis Kesultanan Buton dan Kerajaan Muna.

Letaknya yang strategis menjadikan Selat Buton sebagai bagian tak terpisahkan dari kejayaan sejarah maritim nusantara. Selat ini menjadi jalur pelayaran penting yang menghubungkan wilayah barat nusantara seperti Sumatra, Batavia, Jawa, dan Madura dengan wilayah timur, seperti Ambon, Ternate, Tual, hingga Papua. Dalam lintasan inilah, Selat Buton memainkan peran penting sebagai gerbang maritim peradaban dan simpul koneksi peradaban nusantara masa lampau.

Pemerintah Indonesia telah merencanakan membangun jembatan yang berdiri di atas Selat Buton. Ide pembangunan jembatan sebenarnya telah diusulkan oleh pemerintah daerah setempat, mulai dari kepemimpinan Gubernur SULTRA sebelumnya, yaitu masa Laode Kaimoeddin yang kemudian dilanjutkan oleh Gubernur setelahnya. Pada masa kepemimpinan Nur Alam bahkan telah menurunkan tim kerja untuk mensurvei lokasi dan mengukur kebutuhan panjang dari rencana Jembatan. Berlanjut pada masa kepemimpian Ali Mazi periode kedua tercatat beberapa kali pejabat daerah setempat berjuang ke pemerintah pusat. Terakhir Gubernur ASR juga tampak melakukan lobi-lobi ke Kementerian PU dan mendampingi Pak Dody Hanggodo dalam kunjungannya meninjau lokasi jembatan. Turunnya Menteri PU bersama rombongan tentu juga tidak bisa terlepas dari kontribusi legislator kebanggan asal SULTRA yaitu bapak Ridwan Bae, yang kebetulan duduk sebagai Wakil Ketua Komisi V DPR RI yang membidangi masalah ke PU-an.

Sampai saat ini Jembatan Muna-Buton sebenarnya belum tertulis secara eksplisit dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2025 – 2029, hanya tertulis “Pembangunan Jembatan Strategis” untuk Propinsi Sulawesi Tenggara, namun narasi dalam Perpres tersebut mengarah pada dukungan yang sepenuhnya pada Jembatan Muna-Buton. Kehadiran Menteri PU, Dody Hanggodo pada Minggu (13/7/2025) di Lokasi Jembatan Muna-Buton yang lalu, juga dapat dipahami bahwa pak Menteri sangat mendukung pembangunan Jembatan Muna-Buton. 

Dari gambar yang beredar, jelas sekali bahwa desain Jembatan Muna-Buton bertipe Jembatan Suspension Bridge atau Jembatan Gantung, bukan seperti Cable Stayed seperti jembatan yang ada di Teluk Kendari atau Jembatan Suramadu. Tentu hal ini akan menjadi kebanggan sendiri bagi masyarakat Sulawesi Tenggara, karena tipe jembatan ini diklaim akan menjadi jembatan dengan bentang Kabel Utama terpanjang dan pertama di Asia Tenggara. 

Di Indonesia, sebenarnya sudah pernah dibangun jembatan dengan tipe suspension bridge atau jembatan gantung, seperti Jembatan Mahakam di Kalimantan Timur. Sayangnya, Jembatan tersebut runtuh karena sejumlah faktor teknis dan non-teknis, yang menjadi pelajaran penting bagi para insinyur di Indonesia. Peristiwa tersebut diharapkan tidak terulang kembali, khususnya pada proyek Jembatan Muna-Buton. Sementara itu, beberapa jembatan gantung lainnya pernah dibangun di Indonesia, umumnya hanya dirancang bagi pejalan kaki, sepeda, atau kendaraan ringan, dan umumnya hanya melintasi sungai atau lembah, tidak untuk kendaraan berat atau dengan mobilitas yang tinggi.


Jembatan Muna-Buton yang akan dibangun itu secara desain memiliki kemiripan dengan Jembatan Bosphorus yang berdiri megah diatas Selat Bosphorus. Jembatan Bosphorus yang terletak di tengah Kota Instanbul Turki, yang menghubungkan Benua Asia dan Benua Eropa itu bertipe Suspension Bridge. Seperti halnya Selat Bosphorus yang menjadi saksi peradaban besar, mulai dari era Yunani Kuno, Romawi Timur (Byzantium), Kesultanan Ottoman, hingga zaman modern, Selat Buton di jazirah tenggara Sulawesi juga memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Di sekitarnya terdapat peninggalan peradaban manusia, seperti “Benteng Keraton” Kesultanan Buton dan “Gua Liang Kabori” Gua bertulis peradaban Kerajaan Muna. Saat ini, Pemda Muna dan Pemprov SULTRA menetapkan festival budaya tahunan yang diselenggarakan di sekitar lokasi tersebut.

Jembatan ini tak hanya menyatukan dua pulau yang terpisah, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru, dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat setempat. Lebih dari itu, keberadaannya diyakini akan memperkuat daya saing dan mendukung eksistensi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Wakatobi sebagai destinasi pariwisata unggulan Sulawesi Tenggara.

Alumni pascasarjana UHO, yang pernah menakhodai Badan Koordinasi Nasional Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam (Bakornas LTMI) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) 2015-2017 ini, menaruh harapan besar kepada semua pihak, terutama kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat, untuk bersinergi dalam mendukung pembangunan Jembatan Muna-Buton. 

Lebih dari sekadar penghubung dua daratan, jembatan ini akan memikat mata dan menghadirkan decak kagum bagi siapapun yang melalui dan melihatnya. Jembatan ini sekaligus akan menjadi mahakarya spektakuler para insinyur Indonesia, sebagai wujud nyata penerapan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keteknikan karya anak bangsa.


Penulis: La Ode Syahrul Sadia, S.T., M.T.

(Mantan Direktur Eksekutif Badan Koordinasi Nasional Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam (Bakornas LTMI) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) periode 2015–2017)



0 Komentar

Posting Komentar
© Copyright 2022 - Media Online sultrapos.id