Breaking News

Tantangan Dan Upaya Penanggulangan Tuberkulosis Resisten Obat Di Indonesia

OPINI, SULTRAPOS.ID - Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini terutama menyerang paru-paru, tetapi dapat menyebar ke organ tubuh lainnya. Indonesia adalah salah satu negara dengan beban TB tertinggi di dunia.

Tuberkulosis (TBC) di tingkat global

Menurut World Health Organization (Global TB Report, 2023), TBC masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini. TBC menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di dunia setelah COVID-19 pada tahun 2022. Lebih dari 10 juta orang terjangkit penyakit TBC setiap tahunnya. Tanpa pengobatan, angka kematian akibat penyakit TBC tinggi (sekitar 50%). Secara global pada tahun 2022, TBC menyebabkan sekitar 1,30 juta kematian. Dengan pengobatan yang direkomendasikan WHO, 85% kasus TBC bisa disembuhkan. Jumlah orang yang baru didiagnosis sakit TBC secara global adalah 7,5 juta pada tahun 2022. Tiga puluh negara dengan beban TBC tinggi menyumbang 87% kasus TBC dunia pada tahun 2022 dan dua pertiga dari total global terjadi di delapan negara: India (27%), Indonesia (10%), Cina (7.1%), Filipina ( 7,0%), Pakistan (5,7%), Nigeria (4,5%), Bangladesh (3,6%) dan Republik Demokratik Kongo (3,0%). Pada tahun 2022, 55% pasien TBC adalah laki-laki, 33% perempuan, dan 12% adalah anak-anak (usia 0–14 tahun).

Tuberkulosis (TBC) di Indonesia

Mengacu pada Laporan TBC Global yang diterbitkan oleh WHO Tahun 2023, Indonesia menempati posisi kedua setelah India dengan kasus sebanyak 1.060.000 dan kematian sebanyak 134.000. Terdapat sekitar 15 orang yang meninggal akibat TBC setiap jamnya di Indonesia. Berdasarkan data tahun 2023 (data final per 1 Maret 2024), notifikasi kasus TBC sekitar 821.200 kasus, naik dari 724.000 kasus pada tahun 2022. Sebagai upaya penanggulangan TBC, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC. 

Mayoritas pasien TB di Indonesia adalah laki-laki (60%), dengan kelompok usia produktif (25-45 tahun) menjadi yang paling banyak terinfeksi. Hal ini menunjukkan bahwa TB tidak hanya menjadi masalah kesehatan tetapi juga berdampak pada produktivitas tenaga kerja.

Tingkat keberhasilan pengobatan TB di Indonesia pada tahun 2023 adalah sekitar 83%, sedikit meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 81%. Meskipun demikian, angka ini masih di bawah target global yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 90%. 

Berdasarkan laporan terbaru (https://tbindonesia.or.id/)​​, Indonesia mendeteksi sekitar 28.000 kasus TB resisten obat setiap tahun​. Tingginya angka ini mencerminkan tantangan besar dalam penanganan dan pencegahan penyebaran TB RO. Faktor-faktor penyebab meningkatnya kasus TB RO antara lain ketidak patuhan pasien terhadap regimen pengobatan yang panjang, akses yang terbatas ke fasilitas diagnostik, dan dukungan yang kurang dalam manajemen kasus.

Faktor Penyebab

Ketidakpatuhan Terhadap Pengobatan: Pengobatan TB memerlukan waktu yang panjang, biasanya sekitar 6-9 bulan, dan dapat lebih lama untuk kasus TB RO. Banyak pasien yang menghentikan pengobatan lebih awal karena merasa sudah sembuh atau mengalami efek samping obat yang berat, sehingga menyebabkan resistensi obat.

Akses Terbatas ke Diagnostik: Deteksi dini TB RO sangat penting untuk keberhasilan pengobatan. Namun, akses terhadap tes diagnostik yang canggih dan cepat, seperti GeneXpert, masih terbatas di beberapa daerah.

Dukungan Manajemen Kasus: Dukungan berkelanjutan bagi pasien TB, termasuk pemantauan ketat dan penyuluhan kesehatan, sering kali kurang memadai, menyebabkan pengobatan tidak efektif dan munculnya resistensi


Upaya Penanggulangan

Untuk menghadapi tantangan ini, pemerintah Indonesia bersama dengan berbagai organisasi internasional telah melaksanakan berbagai strategi. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain:

Peningkatan Deteksi Kasus: Melalui program penguatan deteksi dini dan skrining, lebih banyak kasus TB RO dapat diidentifikasi dengan cepat. Penggunaan teknologi diagnostik yang lebih canggih dan penyebaran laboratorium mikrobiologi di berbagai daerah menjadi prioritas utama.

Perbaikan Sistem Pelaporan: Implementasi sistem pelaporan yang lebih baik dan terintegrasi membantu dalam pemantauan dan evaluasi program TB secara real-time. Ini memungkinkan intervensi yang lebih cepat dan tepat sasaran.

Akses ke Pengobatan yang Lebih Efektif: Penyediaan obat-obatan lini kedua yang lebih efektif dan dukungan bagi pasien dalam menjalani pengobatan menjadi fokus utama. Program manajemen programatik untuk TB resisten obat (PMDT) telah diimplementasikan untuk memastikan pasien menerima perawatan yang diperlukan.

Edukasi dan Penyuluhan: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kepatuhan terhadap pengobatan dan pencegahan TB juga menjadi bagian penting dari strategi ini. Kampanye edukasi dan penyuluhan secara berkala dilakukan untuk mengurangi stigma dan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang TB dan TB RO.

TB Resisten Obat tetap menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat di Indonesia pada tahun 2024. Upaya berkelanjutan dalam deteksi, pengobatan, dan edukasi masyarakat diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. Dengan kerjasama berbagai pihak, diharapkan angka kasus TB RO dapat dikendalikan dan Indonesia dapat mencapai target eliminasi TB di masa mendatang.

Kasus TB di Indonesia pada tahun 2023 menunjukkan peningkatan yang memerlukan perhatian serius. Penyebab utama meliputi faktor sosial ekonomi, lingkungan, dan kesehatan sistem imun. Dampak TB sangat luas, mencakup aspek kesehatan, ekonomi, dan sosial. Upaya pemerintah dan dukungan internasional terus diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. Inovasi dalam diagnosa dan pengobatan memberikan harapan baru untuk masa depan tanpa TB di Indonesia.

Pencegahan TB di Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Deteksi dini, pengobatan tepat waktu, vaksinasi, edukasi masyarakat, dan perbaikan lingkungan adalah kunci untuk mengurangi beban TB. Meskipun tantangan masih ada, dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, Indonesia dapat mencapai target eliminasi TB pada tahun 2030.


Penulis Opini: Nama: Ita Riswati

Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Ilmu Kesehatan

Universitas Mandala Waluya


0 Komentar

Posting Komentar
© Copyright 2022 - Media Online sultrapos.id